KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kritisisme “Immanuel Kant””
ini dengan baik. Makalah ini membahas tentang bagaimana latar belakang
munculnya pemikiran kritisisme. Kritisisme ini bisa dikatakan aliran yang
memadukan atau mendamaikan rasionalisme dan empirisme.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas terstruktur
yang diberikan Dosen pengajar mata kuliah Filsafat Umum, Jurusan Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan
Kalijaga-Yogyakarta.
Penulis menyadari
bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun perbaikan makalah ini
sangat penulis harapkan dari pembaca, guna memperbaiki dan meningkatkan
pembuatan makalah atau tugas yang lainnya pada waktu mendatang.
Kiranya yang Maha Kuasa tetap menyertai kita sekalian,
dengan harapan pula agar karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkannya.
Yogyakarta,
20 September 2015
Ana Safitri
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
1
DAFTAR
ISI
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
3
1.2 Rumusan masalah
4
1.3 Tujuan Masalah
4
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Kritisisme
5
2.2 Riwayat Hidup Immanuel Kant.........................................................................................6
2.3 Tujuan Filsafat Immanuel Kant.........................................................................................7
2.4 Macam-macam Kritik menurut Immanuel Kant...............................................................7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebenarnya,
sulit sekali untuk membuat suatu definisi yang pasti tentang ilmu, filsafat dan
agama. Hal ini terjadi karena perbedaan sudut pandang, jenis bangsa dan agama
yang di anut, dari orang yang mendefinisikannya itu.
Pengaruh
Immanuel kant dalam ilmu filsafat sangatlah besar. Abad ke-18 di jerman biasa di sebut Aufklarung atau zaman pencerahan yang di
inggris dikenal dengan enlightenment. Pemberian nama ini dikarenakn pada zaman itu
manusia mencari cahaya baru dalam rasionya. Immanuel kant mendefinisikan zaman itu dengan mengatakan, “dengan aufklarung dimaksudkan bahwa manusia
keluar dari keadaan tidak balig (dalam bahasa jerman disebut unmundigkeit), yang dengannya ia sendiri
bersalah.” Apa sebabnya manusia itu sendiri yang bersalah? Karena manusia itu
sendiri tidak menggunakan kemungkinan
yang ada padanya, yaitu rasio. Oleh karenanya semboyan aufklarung menjadi sapere
aude! Hendaklah anda berani berpikir sendiri! Dengan demikian zaman
pencerahan merupakan tahap baru dalam proses emansipasi manusia barat yang
sudah dimulai sejak renaissance dan reformasi.
Di inggris pada zaman itu muncul deisme, yaitu
suatu pendirian pemikir-pemikir yang
sunguh pun menerima adanya Allah, akan tetapi beranggapan bahwa Allah
tidak menghiraukan penyelenggaraan dunia. Tokoh zaman pencerahan di sini antara
lain hume yang telah di singgung di atas.
Di
prancis muncul para ensiklopedis, materialis serta tokoh-tokoh seperti,
Voltaire (1641-1778), charles de montesque (1689-1775) dan Jean Jaqcues
Rousseau (1712-1778) yang amat terkenal dengan teori kontrak sosialnya (buku-bukunya terbit tahun 1762).
Di jerman seorang filsuf besar yang melebihi zaman aufklarung telah lahir , itulah immanuel kant yang akan kita
bicarakan secara khusus mengenai pemikiranya kritisismenya.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan kritisisme?
2.
Bagaimanakah riwayat hidup immanuel kant?
3.
Apa tujuan filsafat Immanuel kant?
4.
Apa saja macam-macam kritik menurut kant?
1.3 Tujuan
- Untuk tahu lebih jelas mengenai
kritisisme
- Untuk mengetahui riwayat hidup
immanuel kant
- Untuk mengetahui tujuan
filsafat immanuel kant
- Untuk mengetahui macam-macam
kritik menurut immanuel kant
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kritisisme
Filasafat yang di kenal dengan
kritisisme adalah filsafat yang di introdusir oleh Immanuel Kant. Filsafat ini
memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai
sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda dengan
corak filsafat modern sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara
mutlak. [1]
Kant mengadakan penelitian yang
kritis terhadap rasio murni dan memugar sifat objektivitas dunia ilmu
pengetahuan dengan menghindarkan diri dari sifat sepihak rasionalisme dan sifat
sepihak empirisme. Gagasan ini muncul karena pertanyaan mendasar dalam dirinya,
yaitu Apa yang dapat saya ketahui? Apa yang harus saya lakukan? Dan Apa yang
boleh saya harapkan?.[2]
Filsafat Kant disebut sebagai
filsafat kritis, karena pemikirannya mengkritik pandangan empirisme dan
rasionalisme sebagai dua pandangan yang bertentangan dalam filsafat, terutama
sejak renaisans dan pencerahan. Kant kemudian menyatakan bahwa kedua pandangan
ini berat sebelah. Kant berusaha menganalisis syarat-syarat serta batas-batas
kemampuan rasional manusia serta dimensinya yang murni teoritis dan
praktis-etis dengan menggunakan rasio itu sendiri. Titik tolak analisis kant
bertolak dari analisis terhadap kegiatan akal-budi, lalu mencoba memahami
kemampuan serta batas-batas akal budi itu. Analisi itu bersifat kritis dan
bukan psikologi dengan mencari daya/potensi yang berperan dalam proses ilmiah.
Analisisnya lebih bersifat kritis logis yang meneliti hubungan antar
unsur-unsur isi pengertian satu sama lain.[3]
Ciri-ciri Kritisime dapat dapat di
simpulkan dalam tiga hal, yaitu sebagai berikut :
a.
Menganggap objek pengenalan itu berpusat pada subjek
dan bukan pada objek
b.
Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk
mengetahui realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanyalah mampu menjangkau
gejalanya atau fenomenanya saja.
c.
Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu
diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur anaximenes priori yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan
waktu dan peranan aposteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.[4]
Sebelum kita berkenalan jauh mengenai Kritisisme,
alangkah lebih berguna apabila berkenalan dengan latar belakang tokohnya.
2.2 Riwayat Hidup Immanuel Kant
Immanuel Kant lahir di Konigserg, Prusia
Timur, Jerman. Pikiran-pikiran dan tulisan-tulisannya yang sangat penting dan
membawa revolusi yang jauh jangkauannya dalam filsafat modern. Ia terpengaruh
oleh lahiran Piettisme dari ibunya, tetapi ia hidup dalam zaman SCEPTISM serta
membaca karangan-karangan Voltaire dan Hume. Akibat dari itu semua ialah bahwa
ia mempunyai problema : what can we know?
(apa yang dapat kita ketahui?) what
is nature and what are the limits of human knowledge? (apakah alam ini dan
apakah batas-batas pengetahuan manusia itu?) sebagian besar hidupnya telah ia
pergunakan untuk mempelajari logical
process of thought (proses penalaran logis), the external world (dunia eksternal) dan the reality of things (realitas segala yang wujud).
Kehidupannya sebagai filsuf dibagi dalam dua
periode :
Zaman pra-kritis dan zaman kritis. Pada zaman
pra-kritis ia menganut pendirian rasionalis yang dilancarkan oleh wolff dkk.
Tetapi, karena terpengaruh oleh Hume, berangsur-angsur kant meninggalkan rasionalisme.
Ia sendiri mengatakan bahwa Hume itulah yang membangunkannya dari tidur
dogmatisnya. Pada zaman kritisnya, kant merubah wajah filsafatinya secara
radikal. Ia menanamkan filsafatnya sekaligus mempertanggungkannya dengan
dogmatisme.[5]
Karyanya
yang terkenal dan menampakkan kritisismenya, ialah kritik der reinen vernunft reason dan Critique of Pure Reason yang membicarakan tentang reason dan
knowing process yang ditulisnya selama lima belas tahun. Buku ini amat terkenal
di dunia filsafat. Dalam literatur bahasa indonesia biasanya disebut “kritik
atas rasio praktis”. Buku kedua adalah
Kritik der Practischen Vernunft (1781) atau biasa disebut Critique of Practical Reason alias
Kritik atas rasio praktis yang menjelaskan filsafat moralnya. Ketiga, buku
Kritik der Arteilskraft (1790) atau Critique of
judgement alias kritik atas daya pertimbangan.[6]
2.3 Tujuan
Filsafat Immanuel Kant
Melalui
Filsafatnya kant bermaksud memugar sifat objektivitas dunia ilmu pengetahuan.
Agar supaya maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari sifat
sepihak rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Rasionalisme mengira telah
memperoleh pengetahuan dari pengalaman saja. Ternyata bahwa empirisme,
sekalipun dimulai dengan ajaran yang murni tentang pengalaman, tetap melalui
idealisme subjektif bermuara pada suatu skeptisisme yang radikal. Nah, kant
bermaksud mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni.
Menurut
Hume, ada jurang yang lebar antara kebenaran-kebenaran rasio murni dengan
realita dalam dirinya sendiri. Menurut kant, syarat dasar bagi segala ilmu
pengetahuan adalah :
- Bersifat umum dan mutlak, dan
- Memberi pengetahuan yang baru.[7]
Menurut kant, Hume lah yang menjadikan dia bangun dari tidurnya dalam dogmatism, walaupun semulanya kant dipengaruhi rasionalisme Leibniz dan wolff,
kemudian juga dipengaruhi empirisme Hume, sedang Rousseaun juga menampakkan
pengaruhnya.
2.4
Macam-macam Kritik Menurut Immanuel Kant
a. Kritik Atas Rasio Murni
Dalam kritik
ini, atara lain kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum,
mutlak dan memberi pengertian baru. Untuk itu ia terlebih dulu membedakan
adanya tiga macam putusan, yaitu:
- Putusan analitis apriori; dimana
predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena
sudah termuat di dalamnya (msialnya, setiap benda menempati ruang).
- Putusan sintesis aposteriori,
misalnya pernyataan “meja itu bagus” di sini predikat dihubungkan dengan
subjek berdasarkan pengalaman indrawi, karena dinyatakan setelah (=post,
bhs latin) mempunyai pengalaman dengan aneka ragam meja yang pernah
diketahui.
- Putusan sintesis apriori; disini
dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan yang kendati bersifat sintetis,
namun bersifat apriori juga. [8]
manusia mempunyai tiga tingkatan pengetahuan, yaitu:
- Taraf
indra
Pendirian tentang pengenalan inderawi ini mempunyai implikasi yang penting.
Memang ada suatu realitas, terlepas dari subjek, Kant berkata: memang ada das
ding an sich (benda dalam dirinya; the thing itself). Tetapi das ding an sich
selalu tinggal suatu X yang tidak dikenal. Kita hanya mengenal gejala-gejala
(Erscheinungen), yang selalu merupakan sintesa antara hal-hal yang datang dari
luar dengan bentuk ruang dan waktu.
- Taraf akal budi
Kant membedakan akal budi Vesrtand dengan Vernunft. Tugas akal budi ialah menciptakan orde antara data-data
inderawi. Dengan lain perkataan, akal budi menciptakan putusan-putusan.
Pengenalan akal budi juga merupakan sintesa antara bentuk dengan materi. Materi
adalah data-data inderawi dan bentuk adalah apriori, yang terdapat pada akal budi.
Bentuk apriori ini dinamakan Kant dengan istilah “Kategori”. Akal budi memiliki struktur
sedemikian rupa, sehingga terpaksa saya mesti memikirkan data-data inderawi
sebagai subtansi atau menurut ikatan
sebab akibat atau menurut kategori lainnya. Dengan demikian, Kant sudah
menjelaskan Shahihnya ilmu pengetahuan alam. Sekarang kita mengerti juga bahwa
Kant betul-betul mengadakan suatu revolusi Kopernikan.[9]
- Taraf
Rasio
Tugas
rasio ialah menarik kesimpulan dari keputusan-keputusan. Dengan kata lain, rasio
mengadakan argumentasi-argumentasi. Seperti akal budi menggabungkan data-data
inderawi dengan mengadakan putusan-putusan. Kant memperlihatkan bahwa rasio
membentuk argumentasi-argumentasi itu dipimpin oleh tiga ide : jiwa, dunia, dan
Allah. Karena kategori akal budi hanya berlaku untuk pengalaman,
kategori-kategori itu tidak dapat diterapkan pada ide-ide. Tetapi justru itulah
yang di usahakan oleh metafisika. Uraian yang panjang lebar dikemukakan oleh
kant untuk memperlihatkan kepada kita bahwa bukti-bukti untuk adanya Allah yang
diberikan dalam filsafat bersifat kontradiktoris.[10]
Walaupun Kant sangat menagumi empirisme Hume,
empirisme yang bersifat radikal dan yang konsekuen, ia tidak dapat menyetujui
skeptisime yang dianut Hume dengan kesimpulannya bahwa dalam ilmu pengetahuan,
kita tidak mampu mencapai kepastian. Pada waktu Kant
hidup, sudah jelas bahwa ilmu pengetahuan dirumuskan Newton memperoleh sukses.
Hukum-hukum ilmu pengetahuan berlaku selalu dan dimana-mana. Misalnya air
mendidih pada 100 C selalu begitu dan begitu dan begitulah dimana-mana. Yang menjadi soal adalah, bagaimana
hal itu mungkin terjadi? Syarat-syarat manakah yang harus terpenuhi untuk
menjadikan ilmu pengetahuan alam dapat menghasilkan pengetahuan yang begitu
mutlak dan perlu pasti? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, kant
mengadakan suatu revolusi filsafat. Ia berkata bahwa ia mau mengusahakan suatu
“Revolusi Kopernikan”, berarti suatu revolusi yang dapat dibandingkan dengan
perubahan revolusioner yang dijadikan Copernicus dalam bidang astronomi.
Dahulu para filsuf telah mencoba memahami
pengenalan dengan mengandaikan bahwa si subjek mengarahkan diri kepada objek.
Kant mengerti pengenalan dengan berpangkal
dari anggapan bahwa objek mengarahkan diri kepada subjek. Sebagaimana
Copernicus menetapkan bahwa bumi
berputar sekitar matahari dan bukan sebaliknya, demikian pun kant
memperlihatkan bahwa pengenalan berpusat pada subjek bukan objek. [11]
Mula-mula sains itu dibuktikan absolute bila
dasarnya a priori; ia berhasil disini. Kemudian ia membatasi keabsolutan sains
tersebut dengan mengatakan bawa sains itu naïf. Sains hanya mengetahui
penampakan obyek. Bila sains maju selangkah lagi, ia akan terjerumus ke
dalam antinomy. Jadi sains dapat dipegang, tetapi sebatas
penampakan obyek. Dengan demikian, sains telah diselamatkan.
Argumennya adalah bahwa sains dan akal tidak mampu menembus noumena,
tidak mampu juga menembus obyek-obyek keyakinan. Obyek-obyek ini, yaitu obyek
keyakinan, temasuk noumena yang lain, hanya diketahui dengan
kala praktis. Jadi agama telah di selamatkan.[12]
Adapun Inti dari
isi buku yang berjudul Kritik atas Rasio Murni adalah sebagai
berikut:
a. Kritik atas akal murni menghasilkan sketisisme yang beralasan.
a. Kritik atas akal murni menghasilkan sketisisme yang beralasan.
b. Tuhan yang
sesungguhnya adalah kemerdekaan dalam pengabdian pada yang di
cita-citakan. Akal praktis adalah
berkuasa dan lebih tinggi dari pada akal teoritis.
c. Agama dalam
ikatan akal terdiri dari moralitas. Kristianitas adalah moralitas yang abadi[13]
d. Kritik Atas Rasio Praktis
Rasio praktis adalah rasio yang mengatakan apa yang
harus kita lakukan, atau dengan kata lain, rasio yang memberi perintah kepada
kehendak kita. Kant memperlihatkan bahwa rasio praktis memberi perintah yang
mutlak yang disebutnya sebagai imperatif
kategori.
Kant beranggapan bahwa ada tiga hal yang harus disadari sebaik-baiknya
bahwa ketiga hal itu dibuktikan, hanya dituntut. Itulah sebabnya Kant
menyebutnya ketiga postulat dari rasio praktis. Ketga postulat dimaksud itu
ialah:
1. Kebebasan
kehendak
2. Inmoralitas
jiwa, dan
3. Adanya
Allah
Yang tidak
dapat ditemui atas dasar rasio teoritis harus diandaikan atas dasar rasio
praktis. Akan tetapi tentang kebebasan kehendak, immoralitas jiwa, dan adanya
Allah, kita semua tidak mempunyai pengetahuan teoritas. Menerima ketiga
postulat tersebut dinamakan Kant sebagai Glaube alias
kepercayaan. Dengan demikian, Kant berusaha untuk memperteguh keyakinannya atas
Yesus Kristus dengan penemuan filsafatnya.[14]
Serupa
dengan filsuf islam seperti ibn Rusyd
yang berupaya menjadikan filsafat sebagai alat penguat keimanan sebagaimana
yang tampak dalam kitabnya Fasl al-maqa’l fi masyarakat bayn al-hikmat wa
al-shari’at min al-ittisal.[15]
e. Kritik Atas Daya Pertimbangan
Kritik atas daya pertimbangan, dimaksudkan oleh Kant adalah mengerti
persesuaian kedua kawasan itu. Hal itu terjadi dengan menggunakan konsep
finalitas (tujuan). Finalitas bisa bersifat subjektif dan objektif. Kalau
finalitas bersifat subjektif, manusia mengarahkan objek pada diri manusia
sendiri. Inilah yang terjadi dalam pengalaman estetis (kesenian). Dengan
finalitas yang bersifat objektif dimaksudkan keselarasan satu sama lain dari
benda-benda alam.
Finalitas dalam alam itu diselidiki dalam bagian
kedua, yaitu Der Theologischen Unteilskraft.
Adapun Inti dari Critique of Judgment (Kritik atas
pertimbangan) adalah sebagai berikut:
a. Kritik
atas pertimbangan menghubungkan diantara kehendak dan pemahaman.
b. Kehendak
cernderung menuju yang baik, kebenaran adalah objek dari pemahaman.
c. Pertimbangan
yang terlibat terletak diantara yang benar dan yang baik
d. Estetika
adalah cirinya tidak teoritis maupun praktis, ini adalah gejala yang ada pada
dasar subjektif.
e. Teologi
adalah teori tentang fenomena, ini adalah bertujuan: (a) subjektif (menciptakan
kesenangan dan keselarasan) dan (b) objektif (menciptakan yang cocok melalui
akibat-akibat dari pengalaman).
Kritisisme
Immanuel Kant sebenarya telah memadukan dua pendekatan alam pencarian
keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substanstial dari sesuatu itu.
Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan
kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak
dapat dijadikan tolok ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan
rasional, sebagaimana mimpi yang nyata tetapi “tidak real”, yang demikian sukar
untuk dinyatakan sebagai kebenaran.
Dengan pemahaman tersebut, rasionalisme dan empirisme
harusnya bergabung agar melahirkan suatu paradigma baru bahwa kebenaran empiris
harus rasional, sebagaimana kebenaran rasional harus empiris. Jika demikian,
kemungkinan lahir aliran baru yakni rasionalisme empiris.[16]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kritisisme Immanuel Kant merupakan perpaduan antara dua pemikiran, yakni, Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes dan empirisme yang
dipelopori oleh David Hume. seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran,
karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan
melulu tolak ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata, tapi
“tidak-real”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.
tiga
karya Immanuel Kant yang
sangat penting merupakan kritik atas rasio murni, kritik atas rasio
praktis, kritik atas pertimbangan. Ketiga karyanya inilah yang sangat
mempengaruhi pemikiran filosof sesudahnya, yang mau tak mau menggunakan
pemikiran kant. Karena pemikiran kritisisme mengandung patokan-patokan berfikir
yang rasional dan empiris.
.DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Atang Abdul. 2008.Filsafat Umum dari Metologi
Sampai teofiologi. Bndung : pustaka setia.
http://www.doepatu.co.cc.2010/01/Kritisisme-Immanuel-Kant.html
Kattsoff, Louis O.
Pengantar Filsafat. New york : the Ronald Press Company.
Praja, Juhaya S. 2008. Aliran-Aliran Filsafat dan
Etika. Jakarta : Prenada Media.
Susanto, ahmad. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta : Bumi
Aksara.
Tafsir, ahmad.1990. Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra. Bandung:
Rosda.
Yusuf, Akhyar dan Irawan. 2010. Filsafat Sosial.
Tangerang selatan : Universitas terbuka.
[1] Prof. Dr. Juhaya S.
Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Jakarta : Prenada Media, 2008, hlm 114
[3] Dr. Akhyar Yusuf dan
Irawan, M. Hum, Filsafat Sosial, Tangerang Selatan : universitas Terbuka, 2010,
hlm 5.6
[12] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai
Capra, Bandung: Rosda, 1990, hlm. 166
[14] Drs. Atang Abdul Hakim,
MA., Filsafat Umum dari Metologi Sampai teofiologi, Bndung : pustaka setia,
2008, hlm 287
Tidak ada komentar:
Posting Komentar