Selasa, 03 November 2015

MAKALAH "KRITISISME" IMMANUEL KANT

KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kritisisme “Immanuel Kant”” ini dengan baik. Makalah ini membahas tentang bagaimana latar belakang munculnya pemikiran kritisisme. Kritisisme ini bisa dikatakan aliran yang memadukan atau mendamaikan rasionalisme dan empirisme.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas terstruktur yang diberikan Dosen pengajar mata kuliah Filsafat Umum, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Kalijaga-Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan dari pembaca, guna memperbaiki dan meningkatkan pembuatan makalah atau tugas yang lainnya pada waktu mendatang.
Kiranya yang Maha Kuasa tetap menyertai kita sekalian, dengan harapan pula agar karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.



Yogyakarta, 20 September 2015


Ana Safitri






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan masalah 4
1.3 Tujuan Masalah 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kritisisme 5
2.2 Riwayat Hidup Immanuel Kant.........................................................................................6
2.3 Tujuan Filsafat Immanuel Kant.........................................................................................7
2.4 Macam-macam Kritik menurut Immanuel Kant...............................................................7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................14









BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Sebenarnya, sulit sekali untuk membuat suatu definisi yang pasti tentang ilmu, filsafat dan agama. Hal ini terjadi karena perbedaan sudut pandang, jenis bangsa dan agama yang di anut, dari orang yang mendefinisikannya itu.
            Pengaruh Immanuel kant dalam ilmu filsafat sangatlah besar. Abad ke-18 di jerman biasa di sebut Aufklarung atau zaman pencerahan yang di inggris dikenal dengan enlightenment.  Pemberian nama ini dikarenakn pada zaman itu manusia mencari cahaya baru dalam rasionya. Immanuel kant mendefinisikan  zaman itu dengan mengatakan, “dengan aufklarung dimaksudkan bahwa manusia keluar dari keadaan tidak balig (dalam bahasa jerman disebut unmundigkeit), yang dengannya ia sendiri bersalah.” Apa sebabnya manusia itu sendiri yang bersalah? Karena manusia itu sendiri tidak menggunakan  kemungkinan yang ada padanya, yaitu rasio. Oleh karenanya semboyan aufklarung menjadi sapere aude! Hendaklah anda berani berpikir sendiri! Dengan demikian zaman pencerahan merupakan tahap baru dalam proses emansipasi manusia barat yang sudah dimulai sejak renaissance dan reformasi.
            Di inggris pada zaman itu muncul deisme, yaitu suatu pendirian pemikir-pemikir yang  sunguh pun menerima adanya Allah, akan tetapi beranggapan bahwa Allah tidak menghiraukan penyelenggaraan dunia. Tokoh zaman pencerahan di sini antara lain hume yang telah di singgung di atas.
            Di prancis muncul para ensiklopedis, materialis serta tokoh-tokoh seperti, Voltaire (1641-1778), charles de montesque (1689-1775) dan Jean Jaqcues Rousseau (1712-1778) yang amat terkenal dengan teori kontrak  sosialnya (buku-bukunya terbit tahun 1762). Di jerman seorang filsuf besar yang melebihi zaman aufklarung telah lahir , itulah immanuel kant yang akan kita bicarakan secara khusus mengenai pemikiranya kritisismenya.




1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kritisisme?
2.      Bagaimanakah riwayat hidup immanuel kant?
3.      Apa tujuan filsafat Immanuel kant?
4.      Apa saja macam-macam kritik menurut kant?
1.3  Tujuan
  1. Untuk tahu lebih jelas mengenai kritisisme
  2. Untuk mengetahui riwayat hidup immanuel kant
  3. Untuk mengetahui tujuan filsafat immanuel kant
  4. Untuk mengetahui macam-macam kritik menurut immanuel kant






















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kritisisme
Filasafat yang di kenal dengan kritisisme adalah filsafat yang di introdusir oleh Immanuel Kant. Filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda dengan corak filsafat modern sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak. [1]
Kant mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni dan memugar sifat objektivitas dunia ilmu pengetahuan dengan menghindarkan diri dari sifat sepihak rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Gagasan ini muncul karena pertanyaan mendasar dalam dirinya, yaitu Apa yang dapat saya ketahui? Apa yang harus saya lakukan? Dan Apa yang boleh saya harapkan?.[2]
Filsafat Kant disebut sebagai filsafat kritis, karena pemikirannya mengkritik pandangan empirisme dan rasionalisme sebagai dua pandangan yang bertentangan dalam filsafat, terutama sejak renaisans dan pencerahan. Kant kemudian menyatakan bahwa kedua pandangan ini berat sebelah. Kant berusaha menganalisis syarat-syarat serta batas-batas kemampuan rasional manusia serta dimensinya yang murni teoritis dan praktis-etis dengan menggunakan rasio itu sendiri. Titik tolak analisis kant bertolak dari analisis terhadap kegiatan akal-budi, lalu mencoba memahami kemampuan serta batas-batas akal budi itu. Analisi itu bersifat kritis dan bukan psikologi dengan mencari daya/potensi yang berperan dalam proses ilmiah. Analisisnya lebih bersifat kritis logis yang meneliti hubungan antar unsur-unsur isi pengertian satu sama lain.[3] 

Ciri-ciri Kritisime dapat dapat di simpulkan dalam tiga hal, yaitu sebagai berikut :
a.              Menganggap objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek
b.             Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya atau fenomenanya saja.
c.              Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur anaximenes priori yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan aposteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.[4]                   
Sebelum kita berkenalan jauh mengenai Kritisisme, alangkah lebih berguna apabila berkenalan dengan latar belakang tokohnya.

2.2 Riwayat Hidup Immanuel Kant
Immanuel Kant lahir di Konigserg, Prusia Timur, Jerman. Pikiran-pikiran dan tulisan-tulisannya yang sangat penting dan membawa revolusi yang jauh jangkauannya dalam filsafat modern. Ia terpengaruh oleh lahiran Piettisme dari ibunya, tetapi ia hidup dalam zaman SCEPTISM serta membaca karangan-karangan Voltaire dan Hume. Akibat dari itu semua ialah bahwa ia mempunyai problema : what can we know? (apa yang dapat kita ketahui?) what is nature and what are the limits of human knowledge? (apakah alam ini dan apakah batas-batas pengetahuan manusia itu?) sebagian besar hidupnya telah ia pergunakan untuk mempelajari logical process of thought (proses penalaran logis), the external world (dunia eksternal) dan the reality of things (realitas segala yang wujud).
Kehidupannya sebagai filsuf dibagi dalam dua periode :
Zaman pra-kritis dan zaman kritis. Pada zaman pra-kritis ia menganut pendirian rasionalis yang dilancarkan oleh wolff dkk. Tetapi, karena terpengaruh oleh Hume, berangsur-angsur kant meninggalkan rasionalisme. Ia sendiri mengatakan bahwa Hume itulah yang membangunkannya dari tidur dogmatisnya. Pada zaman kritisnya, kant merubah wajah filsafatinya secara radikal. Ia menanamkan filsafatnya sekaligus mempertanggungkannya dengan dogmatisme.[5]
            Karyanya yang terkenal dan menampakkan kritisismenya, ialah kritik der reinen vernunft reason dan Critique of Pure Reason yang membicarakan tentang reason dan knowing process yang ditulisnya selama lima belas tahun. Buku ini amat terkenal di dunia filsafat. Dalam literatur bahasa indonesia biasanya disebut “kritik atas rasio praktis”. Buku kedua adalah Kritik der Practischen Vernunft (1781) atau biasa disebut Critique of Practical Reason alias Kritik atas rasio praktis yang menjelaskan filsafat moralnya. Ketiga, buku Kritik der Arteilskraft (1790) atau Critique of  judgement alias kritik atas daya pertimbangan.[6]
2.3 Tujuan Filsafat Immanuel Kant
Melalui Filsafatnya kant bermaksud memugar sifat objektivitas dunia ilmu pengetahuan. Agar supaya maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Rasionalisme mengira telah memperoleh pengetahuan dari pengalaman saja. Ternyata bahwa empirisme, sekalipun dimulai dengan ajaran yang murni tentang pengalaman, tetap melalui idealisme subjektif bermuara pada suatu skeptisisme yang radikal. Nah, kant bermaksud mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni.
            Menurut Hume, ada jurang yang lebar antara kebenaran-kebenaran rasio murni dengan realita dalam dirinya sendiri. Menurut kant, syarat dasar bagi segala ilmu pengetahuan adalah :
  1. Bersifat umum dan mutlak, dan
  2. Memberi pengetahuan yang baru.[7]

      Menurut kant, Hume lah yang menjadikan dia bangun dari tidurnya dalam dogmatism, walaupun semulanya kant dipengaruhi rasionalisme Leibniz dan wolff, kemudian juga dipengaruhi empirisme Hume, sedang Rousseaun juga menampakkan pengaruhnya.
2.4 Macam-macam Kritik Menurut Immanuel Kant
a.      Kritik Atas Rasio Murni
Dalam kritik ini, atara lain kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum, mutlak dan memberi pengertian baru. Untuk itu ia terlebih dulu membedakan adanya tiga macam putusan, yaitu:
  1. Putusan analitis apriori; dimana predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek,  karena sudah termuat di dalamnya (msialnya, setiap benda menempati ruang).
  2. Putusan sintesis aposteriori, misalnya pernyataan “meja itu bagus” di sini predikat dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman indrawi, karena dinyatakan setelah (=post, bhs latin) mempunyai pengalaman dengan aneka ragam meja yang pernah diketahui.
  3. Putusan sintesis apriori; disini dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan yang kendati bersifat sintetis, namun bersifat apriori juga. [8]
manusia mempunyai tiga tingkatan pengetahuan, yaitu:
  • Taraf indra
            Pendirian tentang pengenalan inderawi ini mempunyai implikasi yang penting. Memang ada suatu realitas, terlepas dari subjek, Kant berkata: memang ada das ding an sich (benda dalam dirinya; the thing itself). Tetapi das ding an sich selalu tinggal suatu X yang tidak dikenal. Kita hanya mengenal gejala-gejala (Erscheinungen), yang selalu merupakan sintesa antara hal-hal yang datang dari luar dengan bentuk ruang dan waktu.
  • Taraf akal budi
Kant membedakan akal budi Vesrtand dengan Vernunft. Tugas akal budi ialah menciptakan orde antara data-data inderawi. Dengan lain perkataan, akal budi menciptakan putusan-putusan. Pengenalan akal budi juga merupakan sintesa antara bentuk dengan materi. Materi adalah data-data inderawi dan bentuk adalah apriori, yang terdapat pada akal budi. Bentuk apriori ini dinamakan Kant dengan istilah “Kategori”. Akal budi memiliki struktur sedemikian rupa, sehingga terpaksa saya mesti memikirkan data-data inderawi sebagai subtansi  atau menurut ikatan sebab akibat atau menurut kategori lainnya. Dengan demikian, Kant sudah menjelaskan Shahihnya ilmu pengetahuan alam. Sekarang kita mengerti juga bahwa Kant betul-betul mengadakan suatu revolusi Kopernikan.[9]


  • Taraf Rasio
Tugas rasio ialah menarik kesimpulan dari keputusan-keputusan. Dengan kata lain, rasio mengadakan argumentasi-argumentasi. Seperti akal budi menggabungkan data-data inderawi dengan mengadakan putusan-putusan. Kant memperlihatkan bahwa rasio membentuk argumentasi-argumentasi itu dipimpin oleh tiga ide : jiwa, dunia, dan Allah. Karena kategori akal budi hanya berlaku untuk pengalaman, kategori-kategori itu tidak dapat diterapkan pada ide-ide. Tetapi justru itulah yang di usahakan oleh metafisika. Uraian yang panjang lebar dikemukakan oleh kant untuk memperlihatkan kepada kita bahwa bukti-bukti untuk adanya Allah yang diberikan dalam filsafat bersifat kontradiktoris.[10]
Walaupun Kant sangat menagumi empirisme Hume, empirisme yang bersifat radikal dan yang konsekuen, ia tidak dapat menyetujui skeptisime yang dianut Hume dengan kesimpulannya bahwa dalam ilmu pengetahuan, kita tidak mampu mencapai kepastian. Pada waktu Kant hidup, sudah jelas bahwa ilmu pengetahuan dirumuskan Newton memperoleh sukses. Hukum-hukum ilmu pengetahuan berlaku selalu dan dimana-mana. Misalnya air mendidih pada 100 C selalu begitu dan begitu dan begitulah dimana-mana. Yang menjadi soal adalah, bagaimana hal itu mungkin terjadi? Syarat-syarat manakah yang harus terpenuhi untuk menjadikan ilmu pengetahuan alam dapat menghasilkan pengetahuan yang begitu mutlak dan perlu pasti? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, kant mengadakan suatu revolusi filsafat. Ia berkata bahwa ia mau mengusahakan suatu “Revolusi Kopernikan”, berarti suatu revolusi yang dapat dibandingkan dengan perubahan revolusioner yang dijadikan Copernicus dalam bidang astronomi.
 Dahulu para filsuf telah mencoba memahami pengenalan dengan mengandaikan bahwa si subjek mengarahkan diri kepada objek. Kant mengerti pengenalan dengan berpangkal  dari anggapan bahwa objek mengarahkan diri kepada subjek. Sebagaimana Copernicus   menetapkan bahwa bumi berputar sekitar matahari dan bukan sebaliknya, demikian pun kant memperlihatkan bahwa pengenalan berpusat pada subjek bukan objek. [11]
Mula-mula sains itu dibuktikan absolute bila dasarnya a priori; ia berhasil disini. Kemudian ia membatasi keabsolutan sains tersebut dengan mengatakan bawa sains itu naïf. Sains hanya mengetahui penampakan obyek. Bila sains maju selangkah lagi, ia akan terjerumus ke dalam antinomy. Jadi sains dapat dipegang, tetapi sebatas penampakan obyek. Dengan demikian, sains telah diselamatkan. Argumennya adalah bahwa sains dan akal tidak mampu menembus noumena, tidak mampu juga menembus obyek-obyek keyakinan. Obyek-obyek ini, yaitu obyek keyakinan, temasuk noumena yang lain, hanya diketahui dengan kala praktis. Jadi agama telah di selamatkan.[12]
Adapun  Inti  dari  isi buku yang  berjudul Kritik atas Rasio Murni  adalah sebagai berikut:
a. Kritik atas akal murni menghasilkan sketisisme yang beralasan.
b. Tuhan yang sesungguhnya adalah kemerdekaan dalam pengabdian pada yang  di cita-citakan.       Akal praktis adalah berkuasa dan lebih tinggi dari pada akal teoritis.
c.  Agama dalam ikatan akal terdiri dari moralitas. Kristianitas adalah moralitas yang abadi[13]
d.      Kritik Atas Rasio Praktis
            Rasio  praktis adalah rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan, atau dengan kata lain, rasio yang memberi perintah kepada kehendak kita. Kant memperlihatkan bahwa rasio praktis memberi perintah yang mutlak yang disebutnya sebagai imperatif  kategori.
Kant beranggapan bahwa ada tiga hal yang harus disadari sebaik-baiknya bahwa ketiga hal itu dibuktikan, hanya dituntut. Itulah sebabnya Kant menyebutnya ketiga postulat dari rasio praktis. Ketga postulat dimaksud itu ialah:

1.      Kebebasan kehendak
2.      Inmoralitas jiwa, dan
3.      Adanya Allah

Yang tidak dapat ditemui atas dasar rasio teoritis harus diandaikan atas dasar rasio praktis. Akan tetapi tentang kebebasan kehendak, immoralitas jiwa, dan adanya Allah, kita semua tidak mempunyai pengetahuan teoritas. Menerima ketiga postulat tersebut dinamakan Kant sebagai Glaube alias kepercayaan. Dengan demikian, Kant berusaha untuk memperteguh keyakinannya atas Yesus Kristus dengan penemuan filsafatnya.[14]
            Serupa dengan filsuf  islam seperti ibn Rusyd yang berupaya menjadikan filsafat sebagai alat penguat keimanan sebagaimana yang tampak dalam kitabnya Fasl al-maqa’l fi masyarakat bayn al-hikmat wa al-shari’at min al-ittisal.[15]
e.       Kritik Atas Daya Pertimbangan
            Kritik atas daya pertimbangan, dimaksudkan oleh Kant adalah mengerti persesuaian kedua kawasan itu. Hal itu terjadi dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan). Finalitas bisa bersifat subjektif dan objektif. Kalau finalitas bersifat subjektif, manusia mengarahkan objek pada diri manusia sendiri. Inilah yang terjadi dalam pengalaman estetis (kesenian). Dengan finalitas yang bersifat objektif dimaksudkan keselarasan satu sama lain dari benda-benda alam.
Finalitas dalam alam itu diselidiki dalam bagian kedua, yaitu Der Theologischen Unteilskraft.
Adapun Inti dari Critique of  Judgment (Kritik atas pertimbangan) adalah sebagai berikut:
a.       Kritik atas pertimbangan menghubungkan diantara kehendak dan pemahaman.
b.      Kehendak cernderung menuju yang baik, kebenaran adalah objek dari  pemahaman.
c.       Pertimbangan yang terlibat terletak diantara yang benar dan yang baik
d.      Estetika adalah cirinya tidak teoritis maupun praktis, ini adalah gejala yang ada pada dasar subjektif.
e.       Teologi adalah teori tentang fenomena, ini adalah bertujuan: (a) subjektif (menciptakan kesenangan dan keselarasan) dan (b) objektif (menciptakan yang cocok melalui akibat-akibat dari pengalaman).

Kritisisme Immanuel Kant sebenarya telah memadukan dua pendekatan alam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substanstial dari sesuatu itu. Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan tolok ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan rasional, sebagaimana mimpi yang nyata tetapi “tidak real”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.
            Dengan pemahaman tersebut, rasionalisme dan empirisme harusnya bergabung agar melahirkan suatu paradigma baru bahwa kebenaran empiris harus rasional, sebagaimana kebenaran rasional harus empiris. Jika demikian, kemungkinan lahir aliran baru yakni rasionalisme empiris.[16]


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan 

Kritisisme Immanuel Kant merupakan perpaduan antara dua pemikiran, yakni,  Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes dan empirisme yang dipelopori oleh David Hume. seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan melulu tolak ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata, tapi “tidak-real”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.
      tiga karya Immanuel Kant yang sangat penting merupakan kritik atas rasio murni, kritik atas rasio praktis, kritik atas pertimbangan. Ketiga karyanya inilah yang sangat mempengaruhi pemikiran filosof sesudahnya, yang mau tak mau menggunakan pemikiran kant. Karena pemikiran kritisisme mengandung patokan-patokan berfikir yang rasional dan empiris.











.DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Atang Abdul. 2008.Filsafat Umum dari Metologi Sampai teofiologi. Bndung : pustaka setia.
http://www.doepatu.co.cc.2010/01/Kritisisme-Immanuel-Kant.html
Kattsoff, Louis O. Pengantar Filsafat. New york : the Ronald Press Company.
Praja, Juhaya S. 2008. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta : Prenada Media.
Susanto, ahmad. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta : Bumi Aksara.
Tafsir, ahmad.1990. Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra. Bandung: Rosda.
Yusuf, Akhyar dan Irawan. 2010. Filsafat Sosial. Tangerang selatan : Universitas terbuka.







[1] Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Jakarta : Prenada Media, 2008, hlm 114
[2] Drs. A. Susanto, M.Pd, Filsafat Ilmu, Jakarta : Bumi Aksara, 2011, hlm 38
[3] Dr. Akhyar Yusuf dan Irawan, M. Hum, Filsafat Sosial, Tangerang Selatan : universitas Terbuka, 2010, hlm 5.6
[4] Drs. A. Susanto, M.Pd, Op. Cit. hlm 39
[5] Prof. Dr. Juhaya S. Praja, op. Cit. hlm 115
[6] Ibid., hlm 116
[7] Ibid.,hlm 116
[8] Louis o. Kattsoff, Pengantar Filsafat, New york : the Ronald Press Company, hlm 139
[9] Prof. Dr. Juhaya S. Praja, op. Cit. hlm 119
[10] Ibid., hlm 120
[11] Ibid., hlm 117
[12] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, Bandung: Rosda, 1990, hlm. 166
[13] http://www.doepatu.co.cc.2010/01/Kritisisme-Immanuel-Kant.html

[14] Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi Sampai teofiologi, Bndung : pustaka setia, 2008, hlm 287
[15] Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Op. Cit. hlm 122
[16] Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Op. Cit. hlm 288

Tidak ada komentar:

Posting Komentar